Translate

Minggu, 29 September 2013

Sejuk

Adalah saat lampu-lampu kota belum padam tapi bulan sudah permisi, digantikan oleh datangnya embun pagi. Matahari masih bersiap-siap belum sempurna naik ke atas mimbarnya. Toko-toko di pinggir jalan masih menutup tirainya. Jalanan masih lenggang hanya diisi sekumpulan anak sekolah yang berangkat mencari ilmu.
Sebentar lagi dingin akan digantikan oleh hangat. Dan yang di antaranya lah yang menjadikan manusia kaya akan nikmat.

Satu hari demi satu hari yang harus ditamatkan, menunggu hari yang terakhir.

Jumat, 13 September 2013

Relatif

Dekat sekali, namun belum terlihat.
Sudah terasa, tapi fisiknya tidak belum ada.
Sedikit lagi, di mana?
Ada di depan matamu, tapi kamu tak merasa.
Tepat di telingamu, bisikku tidak terdengar. 

Di sini, di sini, tubuhku hadir.
Masih jauh kah?
Sama sekali tak berjarak, tidak berjeda.
Ya, mungkin belum tidak ada.
Lupakan saja.

Bagaimana caranya supaya kamu melihatku?

Kamis, 12 September 2013

Dimana aku?

Hilang itu ada karena merasa memiliki. Padahal yang ada di alam ini semuanya bukan punya kita. Lalu kenapa merasa kehilangan? Kan kita tahu Bumi hanyalah sebuah lemari super besar yang terdiri dari loker-loker kecil tempat Sang Maha menitipkan ciptaan-ciptaannya.
Sedih akibat kehilangan muncul karena kepemilikan yang tinggi sehingga sulit melepaskan. Kalau tahu semua yang bertemu pasti akan berpisah, kenapa sulit sekali untuk bisa rela?
Jalan ceritanya memang baru dikasih tahu setelah dibaca. Tulisan dan hurufnya muncul satu-satu, karena halaman berikutnya hanya ada kosong. Menebak-menebak dan mengharapkan, kalau sesuai dengan keinginan, jadinya senang, tapi kalau kayaknya tidak sejalan, pasti khawatir. Galau.
Belajar deh dari alam, alam itu kaya akan ilmu, dan tidak pernah serakah. Manusianya yang sombong banget, berasa paling pinter, jadi mengabaikan guru-guru tak berwujud yang pengalamannya sudah lebih tua daripada Adam. Dear Hawa, keturunanmu di sini kalah telak.
Dia ada di dekatmu, di pelupuk matamu, jantungnya berdegup tepat di depan jantungmu, embusan napasnya meninggalkan embun di pipimu. Dia yang akan menggantikannya.
Tapi kamu belum bisa melihatnya. Tertutup awan masa lalu yang masih menggantung, membawa kunci pintu hatimu yang ditutup rapat-rapat. Masih sakit karena luka akibat kehilangan katamu. Lalu dia bisa apa, cuma meminta tolong lewat pertanda-pertanda di siang dan malam, burung dan angin, nada-nada ombak.
Dia hitam dalam malammu.
Menantimu untuk tersadar dan berkata, “..there you are..”