Translate

Minggu, 01 Desember 2013

Ada

Yang pernah ada, biarpun tersembunyi dan disembunyikan dengan sangat baik, dia akan tetap selalu ada.
Tidak bisa dipaksa untuk dilupakan dan dihilangkan.
right?

Kamis, 31 Oktober 2013

Baik

Kalau sudah punya yang baik, dijaga baik-baik. Jangan minta yang lebih baik. Giliran nanti dilepas lalu pergi, sudah ada yang bersiap menangkap yang baik tadi.
Lalu nanti baru sadar kalau yang baik itu susah dicari.

Minggu, 29 September 2013

Sejuk

Adalah saat lampu-lampu kota belum padam tapi bulan sudah permisi, digantikan oleh datangnya embun pagi. Matahari masih bersiap-siap belum sempurna naik ke atas mimbarnya. Toko-toko di pinggir jalan masih menutup tirainya. Jalanan masih lenggang hanya diisi sekumpulan anak sekolah yang berangkat mencari ilmu.
Sebentar lagi dingin akan digantikan oleh hangat. Dan yang di antaranya lah yang menjadikan manusia kaya akan nikmat.

Satu hari demi satu hari yang harus ditamatkan, menunggu hari yang terakhir.

Jumat, 13 September 2013

Relatif

Dekat sekali, namun belum terlihat.
Sudah terasa, tapi fisiknya tidak belum ada.
Sedikit lagi, di mana?
Ada di depan matamu, tapi kamu tak merasa.
Tepat di telingamu, bisikku tidak terdengar. 

Di sini, di sini, tubuhku hadir.
Masih jauh kah?
Sama sekali tak berjarak, tidak berjeda.
Ya, mungkin belum tidak ada.
Lupakan saja.

Bagaimana caranya supaya kamu melihatku?

Kamis, 12 September 2013

Dimana aku?

Hilang itu ada karena merasa memiliki. Padahal yang ada di alam ini semuanya bukan punya kita. Lalu kenapa merasa kehilangan? Kan kita tahu Bumi hanyalah sebuah lemari super besar yang terdiri dari loker-loker kecil tempat Sang Maha menitipkan ciptaan-ciptaannya.
Sedih akibat kehilangan muncul karena kepemilikan yang tinggi sehingga sulit melepaskan. Kalau tahu semua yang bertemu pasti akan berpisah, kenapa sulit sekali untuk bisa rela?
Jalan ceritanya memang baru dikasih tahu setelah dibaca. Tulisan dan hurufnya muncul satu-satu, karena halaman berikutnya hanya ada kosong. Menebak-menebak dan mengharapkan, kalau sesuai dengan keinginan, jadinya senang, tapi kalau kayaknya tidak sejalan, pasti khawatir. Galau.
Belajar deh dari alam, alam itu kaya akan ilmu, dan tidak pernah serakah. Manusianya yang sombong banget, berasa paling pinter, jadi mengabaikan guru-guru tak berwujud yang pengalamannya sudah lebih tua daripada Adam. Dear Hawa, keturunanmu di sini kalah telak.
Dia ada di dekatmu, di pelupuk matamu, jantungnya berdegup tepat di depan jantungmu, embusan napasnya meninggalkan embun di pipimu. Dia yang akan menggantikannya.
Tapi kamu belum bisa melihatnya. Tertutup awan masa lalu yang masih menggantung, membawa kunci pintu hatimu yang ditutup rapat-rapat. Masih sakit karena luka akibat kehilangan katamu. Lalu dia bisa apa, cuma meminta tolong lewat pertanda-pertanda di siang dan malam, burung dan angin, nada-nada ombak.
Dia hitam dalam malammu.
Menantimu untuk tersadar dan berkata, “..there you are..”

Sabtu, 24 Agustus 2013

Mata jendela hati

Hari itu, matanya sendu sekali. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Kali ini hatinya terasa sangat perih. Walau tanpa bicara, aku dapat merasakan itu dari tatapan kosong kedua matanya. Semua kepiluan yang ia rasakan, berhasil terpancar melalui tatapan. Karena mata.. adalah jendela hati.
Dengan mata yang sendu, ia tetap mencoba mencari satu hal yang baru. Tanpa henti ia membuka lembaran demi lembaran, dari tumpukan buku pengetahuan. Dia mengerti bahwa buku akan membawanya mengenal dunia. Dunia yang awalnya terasa sangat luas tanpa ujung, dapat berubah menjadi sekecil bola kelereng, hanya karena sebuah buku. Seperti kata orang, buku adalah jendela dunia.
Ibarat kata, buku dan sepasang mata memiliki kesamaan. Kedua hal tersebut dapat membantu kita, melihat segala sesuatu yang belum tentu dapat kita lihat secara nyata.

Jumat, 23 Agustus 2013

Roti gandum dan segelas kopi

Seperti biasa kita berbincang santai di salah satu sudut piazza ditemani roti gandum dan espresso kesukaan kita. Kita menyaksikan orang-orang berlalu lalang dan berkomentar jahil tentang tingkah mereka. Kita merasakan hembus angin malam dari salah satu sudut kota untuk melarikan diri dari kepenatan dan tanggung jawab. Kita berbincang dan menumpahkan keluh kesah. Mencari pembenaran atas apa yang kita lakukan untuk menghadapi dunia. Ya, kita memang cocok. Pembicaraan kita selalu bersambut dan berlanjut dengan nyamannya. Namun kenyamanan yang kita rasakan tak lantas menjadikanmu pantas bertanya dengan siapa aku pergi, di mana aku saat kau membutuhkan teman bicara, juga apa yang aku lakukan saat ini. Roti gandum dan segelas kopi memang tepat untuk menunda rasa lapar dan membawa pikiran kita pergi jauh dari kepenatan, tapi bukan paduan yang pas untuk kujadikan menu makan malam setiap hari. Itulah kita.

Senin, 19 Agustus 2013

Penjaga pintu

Menanti, selalu menanti apakah harapan nya itu yang muncul dibalik pintu yang ia buka. Namun mungkin lebih sering kekecewaan yang didapat. Karena harapan terlalu tinggi dan terlalu kerap memikirkan harapan itu.
Menyambut, bahagia harapannya telah tiba. Tersenyum padanya. Berangan terlalu tinggi. Dan terjatuh kembali saat harapan itu tak sesuai harapannya. 
Menerima, menerima semua perlakuan harapannya dengan rendah diri, merasa tak pantas. Ya, ia hanya penjaga pintu. Tertunduk kagum, bahagia, takut. Dan berujung kekecewaan pada dirinya sendiri.
Menutup, merelakan dan hanya berteriak dalam bisu pada punggung harapan yang entah kapan ia kembali. Hanya doa yang tercurah dalam penantian harapannya. Dan penjaga pintu tetap menjadi penjaga pintu untuk menanti harapan menjemputnya.

Jumat, 16 Agustus 2013

Super-mega-codes

You keep playing codes, for me, so I can notice it and respond. If I failed to read it, you get mad.
I know the codes, but (I’ll keep pretending) I don’t care.
Because life is not about codes, it’s about truth.

Rabu, 14 Agustus 2013

Rekoil

Tenggelam yang kali ini sudah terlalu jauh, terlalu dalam. Terlanjur tenang. Sia-sia untuk mengepak kembali ke permukaan dan bernapas.

Saatnya adaptasi dan substitusi udara menjadi air. Menerima kedatangan penghuni baru.

Jumat, 09 Agustus 2013

Spasi

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.
Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi. Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali. Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah. Jadi, jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.
Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat. Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.
Pengang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.


Spasi dalam Filosofi Kopi, Dewi "dee" Lestari.

Kamis, 08 Agustus 2013

Batas

Mereka bilang terus berjalan, dekati, ajak ksatria itu berbicara sebelum bidadari lainnya mengisi hatinya.
Entah.
Mereka tahu, sekali aku berjalan tak ada hal lain dibelakang, jika kau tahu maksud ku.
Siapa dirimu? 
Yang aku tahu malam kau terbuka tapi siang lain cerita.
Aku pun tak yakin kau memijakkan kaki di ibu pertiwi, karena ksatriai tak tinggal di bumi.


Batas.
Aku tak mencari mu.
Hanya waktu ini ibarat penjara.
Aku baru saja dibunuh, darah tumpah ruah dan luka ku masih basah.
Batas ini yang membuat ku duduk tenang melihat mu berjalan, membiarkan ksatria lain berbicara lancang.
Mungkin nanti, karena Tuhan pun tahu kita berpotensi, untuk berdua selami dunia.
Asal,
Kau mau menjalaninya dengan keterbatasan cinta, budaya, agama dan aku sebagai manusia.
vice versa.

Jumat, 02 Agustus 2013

Berbicara untuk didengarkan

Berbicara kadang kala lebih baik dalam gelap, karena dalam kegelapan kedua telinga bisa lebih memperhatikan percakapan dari lawan bicara. Hanya perlu mendengarkan tanpa perlu khawatir adanya penilaian dini terhadap visual, yang ditakutkan nantinya akan menghakimi.

Sometimes, all we need is someone to listen, without being afraid of judgement. But not everyone is capable of doing so. 

Senin, 29 Juli 2013

Metamorfosa

Kita lahir, dari sebuah benih yang terlihat tak bernyawa. Berubah bentuk dan ditempa oleh kelembutan seorang ibu. Kita hanyalah satu dari sekian juta sperma yang berhasil membuahi telur, kita ini satu dari sekian yang gagal. Perubahan itu terbentuk dengan cepat. Yang semula hanyalah segumpal darah yang berdetak, tercipta satu manusia utuh dan sempurna. Bernyawa dan hidup, namun bergantung pada satu jiwa yang melindunginya, sang ibu.
Sebelum menginjakkan mampu menjejakkan kaki ke dunia ini, bernafas adalah hal utama yang harus dilakukan. Bahkan tangis yang kita punya adalah tanda kehidupan seorang manusia. Bukan kelemahan, bukan kesedihan tapi merupakan tanda kehidupan.
Terjatuh dan terantuk, sebelum itu kita hanya bisa merangkak. Kita mencoba berupaya untuk berdiri, meski rasanya sakit saat terjatuh, tanpa sadar kita menangis. Karena sakit dan takut menguasai emosi. Tapi kita tak lelah mencoba dan terjatuh lagi. Kemudian tangis kehidupan itu muncul lagi. Sampai kita berhasil berdiri. Hingga tumbuh besar dan mampu berlari, meski kadang terjatuh dan menangis lagi.
Metamorfosis, tangis yang semula tanda kehidupan akhirnya menjadi tanda kesakitan fisik.
Mengenal dunia, berarti mengenal manusia lainnya. Mengenal sesuatu yang berbeda, yang bukan diri kita sendiri. Kita menjadi takut menangis karena semakin dewasa, jarang melihat seseorang menangis. Terlebih lagi, kita jarang melihat orang dewasa menangis kecuali dalam televisi. Seolah tangis itu tak nyata, tangis itu harus ditutupi.
Apa hanya karena kita takut menunjukkan kita lemah? Atau memang tangis itu menunjukkan kelemahan kita? Mengapa semula kita yang hidup dari menangis akhirnya menjadi takut untuk menangis? Perubahan apa yang ada di dunia kita? Metamorfosa yang diharapkan dari seekor ulat menjadi kupu-kupu adalah suatu perubahan yang lebih baik. Namun tangis yang kita miliki berubah menjadi kelemahan di mata orang lain.
Ada waktu, di satu titik yang katanya pendewasaan, satu titik yang kupercaya adalah titik penderitaan, di mana kita berhenti menangis. Berhenti merasakan, karena merasakan sakit dan menangis hanya menunjukkan kelemahan dan menjadi aib. Menangis hanya mencari simpati, kata mereka. Karena berjuta kali kita menangis dalam hati namun tak setitik pun air mata terjatuh.
Apa lagi yang harus hilang? Setelah rasa dan tangis pun tiada? Perlukah pedih itu kembali saat kehilangan mereka yang dicintai? Hanya untuk memberi rasa dan memuntahkannya ke bumi? Sama seperti gunung yang meletus dan menutupi langit dengan debu dan asapnya. Seperti itu juga gelapnya hati saat rasa kembali dengan dentuman sekeras bom.
Metamorfosa yang diharapkan menghasilkan keindahan, pada akhirnya membawa perubahan yang drastis. Keindahan itu akan terasa jauh saat proses kepahitan menyerang. Fase hidup menunjukkan itu semua, kita merasa hidup dari menangis berganti kepada tangis karena sakit fisik. Muncul detik di mana kita berhenti menangis sampai kepada pecahlah segala rasa layaknya gelas berisi air itu jatuh ke lantai. Mungkin, karena rasa hidup adalah segalanya.

Selasa, 23 Juli 2013

Ignorance

People are busy with their own affairs and they’re trying to solve it. Sort of ego that has been released from its leash.
But actually they’re all watching. She’s watching at him, at he’s watching her back. That pedestrian is watching the car rushing. The baby is watching its mom talking on the phone. And that guy, that guy is definitely watching his own fitness by jogging in a rainy day.
And me? I’m watching the sky littering its gorgeous tears of raw.
So nothing is really being ignored. Not a single thing.

Senin, 22 Juli 2013

Satu lagi

Masih tentang hujan. Segerombolan air yang turun dibuang dari angkasa, entah sudah tak dibutuhkan oleh langit, atau memang sengaja dihibahkan sebagai penghargaan. Seperti berkompi-kompi serdadu bermodalkan strategi perang minimalis, menyerang daratan Bumi, beradu dengan tanah. Hujan dan tanah selalu menjadi musuh bebuyutan, namun selalu menciptakan harmoni rasa bagi indera pembauku. Sejak awal mereka turun, sampai nanti gencatan diserukan, hujan bisa membuatku terdiam di sisi teduh, selama apa pun detik, menit bahkan jam yang dibutuhkan. Merekalah pemecut roda gigi dalam otak berputar dalam rotasi-rotasi berkecepatan tinggi, yang menjadikan ilham lahirnya ribuan puisi dan prosa tentang cinta.
Di waktu usai tugasnya, aku kembali mendarat pada realitas, melanjutkan semua yang sengaja kutunda..
..for the best rain I’ve ever had.

Kamis, 18 Juli 2013

Mengadakan yang tidak ada

Mengadakan yang tidak ada, menjadikan alasan untuk berbicara.
Mendadak sekelilingnya membeku, terfokus pada tatapannya yang masuk menelisik harapan.
Lalu ia tersenyum.
Yang hanya bisa dibalas dengan senyuman. Sedangkan indera yang lain hanya terdiam, masih berpikir apa yang akan mereka perbuat selanjutnya.
Mengerikan, namun membahagiakan.
Mengadakan yang tidak ada, menjadikan alasan untuk bercerita. Cerita yang tak memiliki alur. Berkisah hingga senja menyambut, memulai malam yang panjang.
Sempurna.

Senin, 24 Juni 2013

The most precious treasure.

No,  I won't nagging anymore about how damned my recent love story is, LOL. Now that I realized you can't force destiny. If it's gonna happen then it's gonna happen. So... what is life about?

In my opinion:

1. Life is about making choices.
2. To enjoy and to be responsible of the status quo caused thereof.
3. From that status quo, we revert to No. 1.

It's a cycle. Simple as that.

However,  No. 3 is limited to the event of death. And death my friends, shall be reminder of how we manage our lifetime. No one can buy time.

Hence.. what's the most precious treasure every human has?

TIME.

Selasa, 18 Juni 2013

Beberapa detik

Kadang, satu detik tatapan, satu senyuman dapat membuat aku, kamu tersenyum untuk rasa yang entah apa namanya.
Seperti halnya hari ini, kita menatap kemudian tersenyum untuk sesuatu tanpa alasan. 
Bahkan tanpa perkenalan.


Terima kasih,
Untuk beberapa detik senyum dan tatapan itu.